Moxienews.id - Sekitar 700-an massa yang tergabung dalam empat Kelompok Tani Hutan (KTH), KTH Betung Bersatu, KTH Rimbo betung, KTH Alam Lestari, KTH Talang Betanang kembali mendatangi lahan kawasan hutan eks PT.Ricky Kurniawan Kertapersada (PT.RKK), Senin (24/07/2023)
Didampingi oleh Tim Advokasi Serikat Tani Nelayan (STN) wilayah Jambi, masyarakat 4 KTH tersebut mulai memasuki jalur masuk kawasan perusahaan yang berlokasi di Desa Betung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi sejak pukul 09:00 WIB.
Para warga sempat disibukkan dengan pembukaan jalan yang sebelumnya dengan sengaja diblokade oleh oknum yang diduga adalah bagian dari pihak yang saat ini menduduki kawasan lahan eks PT.RKK.
Jalan masuk tersebut dengan sengaja diblokade dengan membentangkan kayu besar hingga pohon sawit dengan melintang di tengan jalan masuk dengan maksud agar tidak boleh dilewati oleh masyarakat yang tergabung dalam empat KTH tersebut.
Kehadiran ratusan masyarakat tersebut bukan tanpa alasan, pasca aksi unjuk rasa yang mereka lakukan di Kantor Gubernur pada 07 Juni 2023 dengan kesimpulan tidak adanya tindak lanjut penyelesaian dari Pemerintah provinsi Jambi.
Menindaklanjuti sikap dari pemprov tersebut, empat kelompok tani hutan yang tergabung dalam tiga desa di kecamatan kumpeh kembali menduduki lahan eks PT.RKK
Sebelumnya, empat KTH tersebut ternyata juga sudah pernah meniatkan diri dengan perjuangan jalan kaki bersama masyarakat tiga Desa menuju istana negara,Jakarta.
Hasil dari aksi jalan kaki tersebut, akhirnya Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) menfasilitasi pertemuan di kantor Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (KLHK RI) pada 14 februari 2023 dengan menghadirkan Serikat Tani Nelayan (STN), Kanta ATR/BPN Muaro Jambi, Kanwil BPN Provinsi Jambi, Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Dinas Kehutanan Jambi, beberapa Dirjen, Direktur di jajaran KLHK RI yang di pimpin oleh Sekjen KLHK RI.
Dari hasil pertemuan tersebut, terdapat empat kesepakatan yaitu point kesepakatan :
1). Menuntut ganti rugi kepada PT. Riky Kurnia Kertapersada (PT.RKK) atas penanaman sawit diatas tanah negara;
2). Bersurat ke BPN RI agar HGU PT.RKK di cabut berdasarkan Pasca Putusan Tata Usaha Negara Jambi Nomor : 18/G/2012/PTUN.JBIjo Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan Nomor :21/B/2013/PT.TUN-MDN jo Putusan Mahkamah Agung Nomor: 336 K/TUN/2013, jo Putusan Peninjauan Kembali Nomor: 105 PK/TUN/2014. PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK) secara hukum telah hapus, dan tidak lagi memilik izin untuk mengelola usaha Perkebunan Kelapa Sawit. Begitupun terhadap hak privat di atas tanah ex. HGU PT. RKK. Oleh karena itu PT. RKK tidak lagi memiliki Legal standing, hapus hak dan kewajibannya atas lahan serta merta seluruh yang melekat dengan izin tersebut;
3). Melakukan verifikasi objek dan subjek di eks HGU PT.RKK; dan
4). Penerbitan Surat Keputusan kerjasama Perhutanan Sosial.
Empat point kesepakatan diatas, tidak ada tanda tanda untuk di jalankan, sementara di lapangan terjadi beberapa aktifitas petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) : Alam Lestari Desa Pematang Raman, Rimbo Petung Desa Betung, Talang Petanang Desa Petanang, Betung Bersatu Desa Betung Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dan beberapa plasma (Koperasi) maupun individu yang indikasinya terkoneksi ke PT.RKK, aktifitas di lapangan aparatur negara : Polri dan pemerintah lokal setempat diskriminasi.
Eks HGU PT.RKK harusnya tidak boleh ada aktifitas di atasnya (Status Quo), sebelum negara, dalam hal ini KLHK RI melimpahkan pengelolaannya pada pihak lain, sesuai peraturan perundang-undangan.
Perlakuan diskriminasi terjadi ketika petani yang tegabung dalam KTH melakukan hal yang sama dengan Koperasi, individu : masuk ke lahan eks HGU PT.RKK, petani (KTH) di halang halangi dan di ancam untuk di krimininalisasi, sedangkan koperasi, individu yang terindikasi terkoneksi ke PT.RKK di biarkan masuk dan melakukan panen tandan buah sawit segar.
Tindakan diskriminasi berujung jadi pembiaran, merugikan negara di eks HGU PT.RKK yang masih ada pohon sawit, dalam sehari menghasilkan kurang lebih 160.000 Kilogram Tandan Buah Segar (TBS), harga jual Satu Kilogram Rp 1.730,- (Februari 2023) dengan 26 kali panen sebulan, itu setara dengan Rp 7.196.800.000,- bila hasil jual TBS Rp 276.800.000,- setiap hari, bila berjalan selama Empat bulan (Februari-Mei 2023) maka kerugian negara mencapai Rp 28.787.200.000.
PT.RKK pasca tidak lagi memiliki legal standing atas lahan, tidak terlihat lagi kepatuhan pada negara, maka seharusnya KLHK RI lansung saja menjalankan point Kedua yakni bersurat ke BPN RI agar HGU PT.RKK di cabut.
Abainya pihak pemerintah patut kita pertanyakan komitmennya melakukan redistribusi lahan untuk rakyat (petani) dalam rangka merealisasikan perhutanan sosial, salah satu program tanah objek reforma agraria (TORA), karena tutup matanya pemerintah baik kabupaten maupun provinsi atas setiap aktivitas ilegal di eks HGU PT.RKK oleh Koperasi maupun oknum.
Bayangkan jika buah sawit segar sebanyak kurang lebih 160.00 Kilogram/hari di nikmati oleh petani, terutama di lingkar eks HGU PT.RKK dengan logika, usulan perhutan sosial yang diajukan oleh petani di realisasikan pihak KLHK RI, yakin dan percaya mampu menambah pendapatan, meningkatkan tarap hidup petani.
Situasi sekarang yang terangkat kehidupannya adalah segelintir orang yang bertopeng koperasi melakukan aktifitas ilegal, maka menjadi penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap Koperasi maupun oknum siapa saja yang menguasai lahan, melalukan panen buah sawit di eks HGU PT.RKK dan melakukan redistribusi lahan eks HGU PT. RKK kepada Petani dengan pola kemitraan perhutanan sosial.
Kedatangan masyarakat empat KTH ke lahan kawasan hutan eks PT.RKK tersebut sempat mempertemukan para perwakilan KTH dan tim advokasinya dengan para Kepala Desa terkait diantaranya Kepala Desa Mekar sari dan Kepala Desa Betung.
Namun dalam rundingan tersebut belum menghasilkan kesepakatan siapa yang berhak menduduki kawasan eks PT.RKK diantara kedua pihak dan bahkan sempat terjadi adu argumen hingga tensi yang cukup tinggi dari Kepala Desa Betung yang sempat memukul Lantai.
Hingga pada pukul 17:00 WIB, melalui kepolisian Polsek Kumpeh dan Polres Muaro Jambi yang hadir sebagai pengamanan dan komunikator menyepakati antara masyarakat empat KTH dengan masyarakat yang sudah lebih dulu menduduki kawasan perusahaan untuk tidak menduduki kawasan hutan eks PT.RKK sebelum kedatangan pihak ATR/BPN Provinsi Jambi sebagai pihak berwenang yang nantinya akan memutuskan pihak siapa dan wilayah mana yang akan diduduki.
Sampai pada malam pukul 20:00 WIB, masyarakat empat KTH memutuskan untuk tidak meninggalkan lokasi sembari memastikan tidak ada pihak lain yang menduduki kawasan lahan tersebut.
Para masyarakat empat KTH akhirnya dengan peralatan seadanya mendirikan tenda penginapan di depan portal eks PT.RKK hingga mempersiapkan segala alat penerangan darurat dan menyiapkan segala konsumsi untuk para warga sembari menunggu kepastian dari pihak berwenang.